Ibadah mengandung banyak
pengertian berdasarkan sudut pandang para ahli
dan maksud yang dikehendaki oleh
masing-masing ahli. Dalam
hal ini penulis melihat
pengertian ibadah yang dikemukakan oleh berbagai ahli.
Secara etimologi kata ibadah
berarti beribadah atau menyembah. Yusuf al-Qardhawi juga menjelaskan bahwa Kata
ibadah diambil dari bahasa Arab yang secara etimologi berarti taat, tunduk,
patuh, merendahkan diri, dan hina.
Kesemua pengertian itu
mempunyai makna yang berdekatan.
Seseorang yang tunduk, patuh, merendahkan diri, dan hina di hadapan
yang disembah, disebut
abid (yang beribadah). Budak disebut abdun, karena
dia harus tunduk
dan patuh serta merendahkan diri
terhadap majikannya.
Ahli lughat (ahli bahasa) mengartikan kata ibadah
dengan taat, arti ini dipergunakan dalam firman Allah yang maksudnya:
“Bukankah
Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah
syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu", (Q.S.
Yaasin: 60)
Selain itu, kata ibadah juga
diartikan sebagai doa, seperti firman Allah berikut ini:y
“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah
kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang
menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (Q.S.
Al-Mu'minun: 60)
Adapun secara istilah
syari’at, para ulama memberikan beberapa definisi yang beraneka ragam. Di
antara definisi terbaik dan terlengkap adalah yang disampaikan oleh Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah. Beliau rahimahullah mengatakan bahwa ibadah adalah suatu
istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai oleh Allah dan diridhai-Nya,
baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang tersembunyi (batin) maupun yang
nampak (lahir). Maka shalat, zakat, puasa, haji, berbicara jujur, menunaikan
amanah, berbakti kepada kedua orang tua, menyambung tali kekerabatan, menepati
janji, memerintahkan yang ma’ruf, melarang dari yang munkar, berjihad melawan
orang-orang kafir dan munafiq, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, orang
miskin, ibnu sabil (orang yang kehabisan bekal di perjalanan), berbuat baik
kepada orang atau hewan yang dijadikan sebagai pekerja, memanjatkan do’a,
berdzikir, membaca al-Qur’an dan lain sebagainya adalah termasuk bagian dari
ibadah. Begitu pula rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, takut kepada Allah,
inabah (kembali taat) kepada-Nya, memurnikan agama (amal ketaatan) hanya
untuk-Nya, bersabar terhadap keputusan (takdir)-Nya, bersyukur atas
nikmat-nikmat-Nya, merasa ridha terhadap qadha (takdir)-Nya, tawakal
kepada-Nya, mengharapkan rahmat (kasih sayang)-Nya, merasa takut dari siksa-Nya
dan lain sebagainya itu semua juga termasuk bagian dari ibadah kepada Allah.
Dari keterangan di atas kita
bisa membagi ibadah menjadi tiga, yaitu ibadah hati, ibadah lisan dan ibadah
anggota badan. Dalam ibadah hati ada perkara-perkara yang hukumnya wajib, ada
yang sunnah, ada yang mubah dan adapula yang makruh atau haram. Dalam ibadah
lisan juga demikian, ada yang wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram. Begitu
pula dalam ibadah anggota badan. Ada yang yang wajib, sunnah, mubah, makruh dan
haram. Sehingga apabila dijumlah ada 15 bagian.
Ta’abbud dan Muta’abbad bih Syaikh
Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah di dalam kitabnya yang sangat
bagus berjudul Al Qaul Al Mufid menjelaskan bahwa istilah ibadah bisa
dimaksudkan untuk menamai salah satu diantara dua perkara berikut:
1. Ta’abbud,
yaitu penghinaan diri dan ketundukan kepada Allah ‘azza wa jalla. Hal ini
dibuktikan dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan yang dilandasi
kecintaan dan pengagungan kepada Dzat yang memerintah dan melarang (Allah
ta’ala).
2. Muta’abbad
bihi, yaitu sarana yang digunakan dalam menyembah Allah. Inilah pengertian
ibadah yang dimaksud dalam definisi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Ibadah
adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan
diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik yang tersembunyi
(batin) maupun yang tampak (lahir)”.
Seperti contohnya shalat.
Melaksanakan shalat disebut ibadah karena ia termasuk bentuk ta’abbud
(menghinakan diri kepada Allah). Adapun segala gerakan dan bacaan yang terdapat
di dalam rangkaian shalat itulah yang disebut muta’abbad bihi. Maka apabila
disebutkan kita harus mengesakan Allah dalam beribadah itu artinya kita harus
benar-benar menghamba kepada Allah saja dengan penuh perendahan diri yang
dilandasi kecintaan dan pengagungan kepada Allah dengan melakukan tata cara
ibadah yang disyari’atkan.
Selanjutnya Yusuf
Qardhawi mengemukakan pengertian
ibadah di kalangan orang Arab. Ibadah
adalah puncak ketundukan yang tertinggi
yang timbul dari kesadaran hati sanubari
dalam rangka mengagungkan yang disembah.
Kata ibadah
diartikan berbeda menurut
pandangan para ahli
dalam bidangnya masing-masing. Adapun pengertian ibadah menurut para
ahli tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pengertian ibadah menurut ulama Tauhid
Ulama Tauhid
mengartikan ibadah dengan Meng-Esakan Allah,
menta'zhimkan (mengagungkan)-Nya
dengan sepenuh hati serta menghinakan diri
kita dan menundukkan jiwa kita kepada-Nya (menyembah Allah
sendiri-Nya)". Dalam
pengertian ini, termasuk
penyembahan hanya kepada
Allah dengan
mengagungkan-Nya dan tidak
menyekutukannya dengan yang
lain, serta termasuk pula
bentuk pengabdian seorang
hamba dengan selalu
tunduk dan patuh dengan aturan-Nya.
2. Pengertian ibadah menurut ulama Tasawwuf
Adapun
ulama tasawwuf mengartikan ibadah dengan seorang mukallaf mengerjakan
sesuatu yang berlawanan
dengan keinginan nafsunya untuk
membesarkan Tuhannya. Dalam pengertian ini seorang hamba wajib untuk
mendahulukan hal-hal yang sesuai dengan ketentuan
dan hukum Allah. Sesuatu yang
menurut seseorang baik tapi
tidak di mata
Allah, harus ditinggalkan
dan sebaliknya sesuatu yang
tidak sesuai dengan
keinginan seseorang tapi
tidak bertentangan dengan
ketentuan dan hukum Allah, harus dikerjakan. Hal ini dilakukan untuk membesarkan Allah.
3. Pengertian ibadah menurut Fuqaha
Dalam
pengertian Fuqaha, ibadah itu adalah segala
bentuk ketaatan yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah dan mengharap
pahala-Nya di akhirat. Dalam
pengertian ini segala
perbuatan yang dilakukan manusia adalah perbuatan baik, karena tujuan yang akan dicapai dari perbuatan tersebut
adalah keridhaan dan pahala dari Allah.
Jika perbuatan yang dilakukan
itu tidak baik, maka tidak akan
mungkin memperoleh ridha dan pahala dari Allah.
4. Pengertian ibadah menurut ulama Akhlak
Ulama Akhlak mengartikan ibadah dengan mengerjakan segala
bentuk ketaatan badaniah dan
menyelenggarakan segala syari'at (hukum). Dalam pengertian
ini, masuk akhlak
(budi pekerti) dan
masuk pula segala tugas
hidup (kewajiban-kewajiban yang
diwajibkan atas seorang pribadi), baik mengenai diri sendiri
maupun mengenai keluarga dan masyarakat bersama.
Dari keempat
pengertian ibadah tersebut,
dapat disimpulkan bahwa ibadah adalah melaksanakan segala
ketaatan dan perintah Allah yang berkaitan dengan akhlak
dan kewajiban sebagai
seorang pribadi dan
seorang yang bermasyarakat yang
sesuai dengan ketentuan
Allah walaupun bertentangan dengan keinginan pribadi,
melaksanakan syariat dan hukum Allah dengan selalu mengagungkan dan
mengesakan-Nya dengan cara
menyembah kepada-Nya tanpa menyekutukan
dengan sesuatu pun
untuk mencapai keridhaan
dan mengharap pahala-Nya di akhirat.
Dari penjelasan di atas maka
ibadah bisa didefinisikan sebagai perendahan diri kepada Allah karena faktor kecintaan
dan pengagungan yaitu dengan cara melaksanakan perintah-perintah-Nya dan
menjauhi larangan-larangan-Nya sebagaimana yang dituntunkan oleh syari’at-Nya.
Oleh sebab itu orang yang
merendahkan diri kepada Allah dengan cara melaksanakan keislaman secara fisik
namun tidak disertai dengan unsur ruhani berupa rasa cinta kepada Allah dan
pengagungan kepada-Nya tidak disebut sebagai hamba yang benar-benar beribadah
kepada-Nya. Hal itu seperti halnya perilaku orang-orang munafiq yang secara
lahir bersama umat Islam, mengucapkan syahadat dan melakukan rukun Islam yang
lainnya akan tetapi hati mereka menyimpan kedengkian dan permusuhan terhadap
ajaran Islam.
Pengertian umum
ibadah tersebut termasuk
segala bentuk hukum, baik yang
dapat dipahami maknanya
(ma'qulat al-ma'na) seperti
hukum yang menyangkut dengan
muamalat pada umumnya,
maupun yang tidak
dipahami maknanya (ghairu ma'qulat
al-ma'na), seperti thaharah
(bersuci) dan shalat, baik yang berhubungan dengan anggota
badan seperti rukuk dan sujud maupun yang berhubungan dengan lidah seperti
zikir dan yang berhubungan dengan hati seperti niat.
Ibadah kepada Allah meliputi
semua ibadah wajib, ibadah sunat dan perkara-perkara yang dibolehkan (mubah),
dan hanya akan mendapatkan pahala jika pelaksanaannya menurut syarat-syarat dan
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariat Islam. Jika sekiranya
amalan-amalan tersebut tidak mengikuti syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan
tersebut, maka ia hanya akan menjadi perbuatan yang sia-sia saja menurut
pandangan Allah. Amalan itu tidak diberi pahala, bahkan adakalanya mendatangkan
dosa.
Para Nabi dan Rasul merupakan
hamba Allah yang terbaik dan sentiasa melaksanakan ibadah dengan penuh
kesempurnaan di mana setiap arahan Tuhannya, mereka patuhi dengan penuh
perasaan cinta dan kasih serta mengharap keridhaan dari Tuhannya. Mereka
menjadi contoh teladan yang paling baik kepada kita semua dalam setiap
pekerjaan dan amalan sebagaimana yang dianjurkan oleh al-Quran itu sendiri.
Firman Allah swt:
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah. (Q.S. Al-Ahzab: 21)
Sebagian ulama mengatakan
bahawa perhambaan (ibadah) kepada Allah hendaklah disertai dengan perasaan
cinta serta takut kepada Allah swt. dan hati yang sehat dan sejahtera tidak
merasa sesuatu yang lebih manis, lebih lazat, lebih seronok dari kemanisan iman
yang lahir dari pengabdian (ibadah) kepada Allah swt. Dengan ini maka akan
bertautlah hatinya kepada Allah dalam keadaan gemar dan ridha terhadap setiap
perintah serta mengharapkan supaya Allah menerima amalan yang dikerjakan dan
merasa bimbang serta takut kalau-kalau amalan tidak sempurna dan tidak diterima
oleh Allah seperti yang ditegaskan dalam firman-Nya sebagai berikut:
“(yaitu)
orang yang takut kepada Tuhan yang Maha Pemurah sedang dia tidak kelihatan
(olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat” (Q.S. Qaf: 33)
Orang yang memperhambakan
dirinya (beribadah) kepada Allah mereka akan sentiasa patuh dan tunduk kepada
kehendak dan arahan Tuhannya, baik dalam perkara yang ia suka ataupun yang ia
tidak suka, serta mereka mencintai dan mengasihi Allah dan Rasul-Nya lebih dari
yang lain-lainnya. Mereka mengasihi makhluk yang lain juga hanya kerana Allah
semata-mata, bukan kerana yang lain.
Mencintai Rasulullah SAW yang
merupakan rasul terakhir dan menjadi rahmat bagi sekalian alam dalah dengan
mengikuti sunahnya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Ali Imran ayat 31
yang maksudnya sebagai berikut:§
“Katakanlah
(Hai Muhammad): "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang” (Q.S. Ali Imran: 31)
Dan andainya kecintaan kepada
selain Allah dan Rasul-Nya itu mengatasi dan melebihi dari kencintaan kepada
Allah dan Rasul-Nya, maka Allah akan turunkan azab-Nya kepada manusia yang
telah meyimpang dari ketentuan-Nya. Firman Allah SWT:
“Katakanlah
(Muhammad): "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum
keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri
kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari
Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, Maka tunggulah sampai Allah
mendatangkan Keputusan-Nya". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang fasik”. (Q.S. At-Taubah: 24)
terimakasih kakak ^^ saya telah terbantu dengan materi yg anda bagi diatas. GOOD JOB! ;)
BalasHapus