BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Sekarang ini sudah muncul berbagai kecanggihan yang dapat di gunakan untuk
mengatasi kendala-kendala kehidupan. Salah satunya adalah kesulitan mempunyai
anak dengan berbagai faktor. Tetapi terkadang kecanggihan teknologi mempengaruhi
etika-etika terhadap Islam. Kemungkinan kehamilan dipengaruhi oleh usia dan
kadar FSH basal. Secara umum, makin muda usia makin baik hasilnya. Kemungkinan
terjadinya kehamilan juga tergantung pada jumlah embrio yang dipindahkan.
Walaupun makin banyak jumlah embrio yang dipindahkan akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya kehamilan, tapi kemungkinan terjadinya kehamilan
multipel dengan masalah yang berhubungan dengan kelahiran prematur juga lebih
besar.
Pengertian mandul bagi wanita
ialah tidak mampu hamil karena indung telur mengalami kerusakan sehingga tidak
mampu memproduksi sel telur. Sementara, arti mandul bagi pria ialah tidak mampu
menghasilkan kehamilan karena buah pelir tidak dapat memproduksi sel
spermatozoa sama sekali.
Baik pria maupun wanita yang
mandul tetap mempunyai fungsi seksual yang normal. Tetapi sebagian orang yang
mengetahui dirinya mandul kemudian mengalami gangguan fungsi seksual sebagai
akibat hambatan psikis karena menyadari kekurangan yang dialaminya.
Tetapi istilah mandul
seringkali digunakan untuk menyebut pasangan suami istri yang belum mempunyai
anak walaupun telah lama menikah. Padahal pasangan suami istri yang belum
mempunyai anak setelah lama menikah tidak selalu mengalami kemandulan. Yang lebih
banyak terjadi adalah pasangan yang infertil atau pasangan yang tidak subur.
Penulisan tentang bayi tabung ini dimaksudkan agar masyarakat terutama dari
kalangan agama memberikan tanggapan dan masukan tentang proyek/tim pengembangan
bayi tabung Indonesia yang mulai terbuka untuk peminat bayi tabung. Sebagai
akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan modern dan teknologi kedokteran dan
biologi yang canggih, maka teknologi bayi tabung juga maju dengan pesat, sehingga
kalau teknologi bayi tabung ini ditangani oleh orang-orang yang kurang beriman
dan bertaqwa, dikhawatirkan dapat merusak peradaban umat manusia, bisa merusak
nilai-nilai agama, moral, dan budaya bangsa.
1.2
Tujuan
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah:
1.
Untuk mempelajari
hal-hal yang ada dalam medis yang dilarang oleh Islam dan pengetahuan tentang
hukum-hukum nya.
2.
Mendapatkan informasi
tentang perkembangan teknologi dan kesesuaiannya dengan agama
1.3
Rumusan
Masalah
Ada tiga rumusam masalah dari
penulisan makalh ini, yaitu:
1.
Apakah ada perbedaan pandangan
tentang bayi tabung dari segi medis dan dari segi agama?
2.
Apakah hukum bayi
tabung menurut pandangan agama islam?
3.
Bagaimanakah proses
dari bayi Tabung?
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Bayi Tabung
Bayi tabung atau pembuahan in vitro (bahasa
Inggris: in vitro fertilisation) adalah sebuah teknik pembuahan dimana sel
telur (ovum) dibuahi di luar tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode
untuk mengatasi masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil.
Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan
sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair.
Istilah ini tidak berarti bayi yang terbentuk di dalam tabung, melainkan
dimaksudkan sebagai metode untuk membantu pasangan subur yang mengalami
kesulitan di bidang ”pembuahan“ sel telur wanita oleh sel sperma pria. Secara
teknis, dokter mengambil sel telur dari indung telur wanita dengan alat yang
disebut "laparoscop" (temuan dr. Patrick C. Steptoe dari Inggris). Sel
telur itu kemudian diletakkan dalam suatu mangkuk kecil dari kaca dan
dipertemukan dengan sperma dari suami wanita tadi. Setelah terjadi pembuahan di
dalam mangkuk kaca tersebut, kemudian hasil pembuahan itu dimasukkan lagi ke
dalam rahim sang ibu untuk kemudian mengalami masa kehamilan dan melahirkan
anak seperti biasa.
Iseminasi identik dengan kawin
suntik, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Balai
Pustaka Edisi Ketiga, hal 519 yang di maksud dengan kawin suntik
adalah tern pembenihan dengan jalan memasukan benih jantan (sperma) ke
dalam vagina dengan menggunakan (dengan bantuan) alat suntik (tidak
melalui hubungan seksual).
2.1.1
Inseminasi
Buatan
Inseminasi buatan merupakan
terjemahan dari artificial insemination. Artificial artinya buatan atau tiruan,
sedangkan insemination berasal dari kata latin. Inseminatus artinya pemasukan
atau penyampaian. artificial insemination adalah penghamilan atau pembuahan
buatan. Jadi, insiminasi buatan adalah penghamilan buatan yang dilakukan terhadap
wanita dengan cara memasukan sperma laki-laki ke dalam rahim wanita tersebut
dengan pertolongan dokter, istilah lain yang semakna adalah kawin suntik,
penghamilan buatan dan permainan buatan (PB).
Hampir semua pasangan suami
istri ingin mempunyai keturunan. Tetapi, pada kenyataannya tidak semua pasangan
yang sudah menikah mendapatkan anak dengan mudah. Hal ini dikarenakan faktor
ketidaksuburan. Karena ini, jika sebuah pasangan diagnosa “tidak subur” tidak
perlu putus asa, pasangan tersebut bisa mencoba berbagai pengobatan alternatif
yang semakin banyak seiring dengan kemajuan teknologi.
Adapun penyebab kegagalan
kehamilan bukan semata-mata karena kemandulan, tetapi karena adanya gangguan-gangguan
teknis, misalnya ejakulasi dini, ejakulasi lambat, kesulitan ereksi, cairan
vagina yang tidak wajar, dan tersumbatnya saluran fallopian. Sebagai gambaran,
nilai-nilai normal dan tidak normal pemeriksaan sperma dapat dilihat dalam
table berikut:
Sperma Normal
|
Sperma Tidak Normal
|
||
Volume
|
2-5 ml
|
Jumlah
sperma
|
< 20
%
|
Jumlah
sperma
|
> 20
juta/ml
|
Fruktosa
|
120-450
mikrog
|
Gerakan
pada 6-8 jam
|
> 40
%
|
Volume
|
Nihil/tidak
ada
|
IUI adalah proses
menyemprotkan sperma secara artifisial kedalam saluran tuba saat sel telur
keluar (ovulasi). Tindakan ini dilakukan pada wanita dengan usia dibawah 45
tahun dengan berbagai penyebab infertilitas kecuali yang dibebabkan oleh sumbatan
tuba, kerusakan tuba yang berat, sel telur yang jelek secara kualitas dan
kuantitas, gangguan infertilitas pria yang berat dan tentu saja belum menopause.
Bagi yang tidak memenuhi syarat untuk IUI maka alternatifnya adalah IVF (bayi tabung).
Prosedurnya dimulai
dengan induksi ovulasi pada
wanita. Pada saat ovulasi terjadi, sperma pada pria dikumpulkan dengan cara
masturbasi setelah abstinen selama 2-5 hari. Sperma yang didapat lalu di proses
(spermal washing) yang dapat diselesaikan dalam waktu antara 20-60 menit.
Kemudian sperma disemprotkan kedalam rahim yaitu ke saluran tuba dimana sel telurnya
keluar (ovulasi).
Suksesnya IUI tergantung pada usia
ibu, lamanya infertlitas, penyebab infertlitas, jumlah dan kualitas sperma
hasil washing. Keberhasilan kehamilan semakin rendah pada keadaan-keadaan:
1.
Usia wanita lebih dari
38 tahun
2.
Wanita dengan cadangan
ovum yang rendah
3.
Kualitas mani yang
jelek
4.
Wanita dengan endometriosis
sedang sampai berat
5.
Wanita dengan kerusakan
tuba
6.
Infertlitas yang lebih
dari 3 tahun.
2.1.3
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Bayi Tabung
Banyak faktor yang menjadi
penyebab infertilitas sehingga pasangan suami istri tidak mempunyai anak.
Factor-faktor tersebut antara lain:
1.
Faktor hubungan seksual,
yaitu frekuensi yang tidak teratur (mungkin terlalu sering atau terlalu
jarang), gangguan fungsi seksual pria yaitu disfungsi ereksi, ejakulasi
dini yang
berat, ejakulasi terhambat, ejakulasi retrograde (ejakulasi ke arah kandung
kencing), dan gangguan fungsi seksual wanita yaitu dispareunia (sakit saat
hubungan seksual) dan vaginismus.
2.
Faktor infeksi, berupa
infeksi pada sistem seksual dan reproduksi pria maupun wanita, misalnva infeksi
pada buah pelir dan infeksi pada rahim.
3.
Faktor hormon, berupa
gangguan fungsi hormon pada pria maupun wanita sehingga pembentukan sel spermatozoa
dan sel telur terganggu.
4.
Faktor fisik, berupa
benturan atau temperatur atau tekanan pada buah pelir sehingga proses produksi
spermatozoa terganggu.
5.
Fakror psikis, misalnya
stress yang berat sehingga mengganggu pembentukan set spermatozoa dan sel telur.
Untuk menghindari terjadinya
gangguan kesuburan pada pria maupun wanita, maka faktor-faktor penyebab
tersebut tersebut harus dihindari. Tetapi kalau gangguan kesuburan telah
terjadi, diperlukan pemeriksaan yang baik sebelum dapat ditentukan langkah pengobatannya.
Dari factor-faktor tersebut pertanyaan yang timbul adalah apakah infertilitas
dapat diatasi.
Masalah infertilitas
sebenarnya adalah masalah gangguan kesuburan pasangan. Gangguan kesuburan
mungkin dapat diatasi, mungkin juga tidak dapat diatasi. Hal itu sangat
tergantung kepada penyebabnya dan sejauh mana kesuburan telah terganggu.
Berbagai cara dan pengobatan
telah tersedia untuk mengatasi gangguan kesuburan, tetapi tidak selalu
memberikan hasil yang diharapkan. Sebagai contoh, infertilitas yang disebabkan
karena penyumbatan saluran telur. Cara yang ada untuk membuka kembali saluran
telur yang tersumbat ternyata tidak memberikan hasil yang baik. Contoh lain,
pengobatan gangguan sperma, mungkin memberikan hasil yang baik, mungkin juga
tidak. Pengobatan gangguan sperma yang disebabkan karena infeksi pada buah
pelir, pada umumnya tidak memuaskan.
Itu berarti tidak semua
pasangan infertil dapat mengatasi masalahnya dan dapat mempunyai anak. Karena
itu, pada keadaan di mana gangguan kesuburan tidak dapat diatasi, dilakukan
cara lain yang merupakan cara pintas. Cara pintas ini tidak lagi bertujuan
memperbaiki gangguan kesuburan, melainkan langsung ke tujuan akhir, yaitu
menghasilkan kehamilan.
Cara pintas yang tersedia ialah inseminasi buatan dengan menggunakan sperma suami dan tehnik “bayi tabung”. Inseminasi buatan dengan sperma suami dilakukan bila terjadi gangguan kualitas dan kuantitas sperma, gangguan dalam melakukan hubungan seksual sehingga sperma tidak dapat masuk ke vagina, dan gangguan mulut rahim sehingga sel spermatozoa gagal masuk ke dalam rahim.
Cara pintas yang tersedia ialah inseminasi buatan dengan menggunakan sperma suami dan tehnik “bayi tabung”. Inseminasi buatan dengan sperma suami dilakukan bila terjadi gangguan kualitas dan kuantitas sperma, gangguan dalam melakukan hubungan seksual sehingga sperma tidak dapat masuk ke vagina, dan gangguan mulut rahim sehingga sel spermatozoa gagal masuk ke dalam rahim.
Di masyarakat muncul anggapan
salah, seolah-olah tehnik “bayi tabung” adalah segalanya. Seolah-olah dengan
cara ini pasangan infertil pasti dapat menjadi hamil dan mempunyai anak.
Padahal ternyata tidak demikian. Keberhasilan tehnik “bayi tabung” dengan cara
yang paling mutakhir dan di negara maju sekalipun, masih tergolong rendah
sementara biaya yang diperlukan sangat tinggi.
Pada dasarnya iseminasi buatan
yang dilakukan untuk menolong pasangan yang mandul, untuk mengembang biakan
manusia secara cepat, untuk menciptakan manusia jenius, ideal sesuai dengan
keinginan, sebagai alternative bagi manusia yang ingin punya anak tetapi tidak
mau menikah dan untuk percobaan ilmiah. Namum belakangan terjadi penyalahgunaan
dikalangan masyarakat dengan memperjualbelikan sperma.
2.1.4
Proses
Pembentukan Bayi Tabung
Secara umum proses pembentukan
bayi tabung dapat dilakukandengan berbagai cara yaitu:
2.1.4.1
Pembuahan
Dipisahkan dari Hubungan Suami-Isteri.
Teknik bayi tabung memisahkan
persetubuhan suami-istri dari pembuahan bakal anak. Dengan teknik tersebut,
pembuahan dapat dilakukan tanpa persetubuhan. Kemajuam ilmu kedokteran telah
mengatur dan menguasai hukum alam yang terdapat dalam tubuh manusia pria dan
wanita. Dengan pemisahan antara persetubuhan dan pembuahan ini, maka bisa
muncul banyak kemungkinan lain yang menjadi akibat dari kemajuan ilmu
kedokteran bidang pro-kreasi manusia.
2.1.4.2
Wanita
Sewaan untuk Mengandung Anak
Bila ada kemungkinan bahwa
benih dari suami-istri tidak bisa dipindahkan ke dalam rahim sang istri, oleh
karena ada gangguan kesehatan atau alas an-alasan lain. Dalam kasus ini, maka diperlukan
seorang wanita lain yang disewa untuk mengandung anak bagi pasangan tadi. Dalam
perjanjian sewa rahim ini ditentukan banyak persyaratan untuk melindungi
kepentingan semua pihak yang terkait. Wanita yang rahimnya disewa biasanya
meminta imbalan uang yang sangat besar. Suami-istri bisa memilih wanita sewaan
yang masih muda, sehat dan punya kebiasaan hidup yang sehat dan baik. Praktik
seperti ini biasanya belum ada ketentuan hukumnya, sehingga kalau muncul kasus
bahwa wanita sewaan ingin mempertahankan bayi itu dan menolak uang pembayaran,
maka pastilah sulit dipecahkan.
2.1.4.3
Sel
Telur atau Sperma dari Seorang Donor
Biasanya masalah ini dihadapi
kalau salah satu dari suami atau istri mandul dalam arti bahwa sel telur istri
atau sperma suami tidak mengandung benih untuk pembuahan. Itu berarti bahwa benih
yang mandul itu harus dicarikan penggantinya melalui seorang donor.
Masalah ini akan menjadi lebih
sulit karena sudah masuk unsur baru, yaitu benih dari orang lain. Pertama,
apakah pembuahan yang dilakukan antara sel telur istri dan sel sperma dari
orang lain sebagai pendonor itu perlu diketahui atau disembunyikan
identitasnya. Kalau wanita tahu orangnya, mungkin ada bahaya untuk mencari
hubungan pribadi dengan orang itu. Ketiga, apakah pria pendonor itu perlu tahu
kepada siapa benihnya telah didonorkan. Masih banyak masalah lain lagi yang
bisa muncul.
2.1.4.4 Bank Sperma
Praktik bayi tabung membuka
peluang pula bagi didirikannya bank-bank sperma. Pasangan yang mandul bisa
mencari benih yang subur dari bank-bank tersebut. Bahkan orang bias
memperjual-belikan benih-benih itu dengan harga yang sangat mahal misalnya karena
benih daris eorang pemenang Nobel di bidang kedokteran, matematika, dan
lain-lain. Praktek bank sperma adalah akibat lebih jauh dari teknik bayi
tabung. Kini bank sperma malah menyimpannya dan memperdagangkannya seolah-olah
benih manusia itu suatu benda ekonomis.
Tahun 1980 di Amerika sudah
ada 9 bank sperma non-komersial. Sementara itu bank-bank sperma yang komersil
bertumbuh dengan cepat. Wanita yang menginginkan pembuahan artifisial bisa
memilih sperma itu dari banyak kemungkinan yang tersedia lengkap dengan data mutu
intelektual dari pemiliknya. Identitas donor dirahasiakan dengan rapi dan tidak
diberitahukan kepada wanita yang mengambilnya, kepada penguasa atau siapapun.
2.2
Sejarah
Bayi Tabung
Bayi tabung pertama adalah Louis Brown dari Inggris yang lahir 30 tahun lalu.
Pembuahan buatan sudah merupakan prosedur standar kedokteran untuk menolong
pasangan yang sulit punya anak secara alami. Jumlah pasangan suami-istri yang
melaksanakan program bayi tabung dari tahun ke tahun juga meningkat. Sebuah
pemecahan praktis yang juga harus disadari mengandung risiko. Prosedurnya saja
sudah amat menegangkan, melelahkan dan bahkan sering memicu rasa frustrasi.
Belum lagi mengintai bahaya kecacatan pada bayi dan dampak lainnya. Seberapa
besar risiko program bayi tabung itu, kini menjadi tema penelitian sejumlah
dokter dan ilmuwan Jerman.
Metode umum yang digunakan
sejak 30 tahun lalu, adalah pembuahan dalam tabung reaksi atau istilahnya
pembuahan in-vitro. Secara sederhana caranya adalah dengan membuahi sel telur
dengan sel sperma di luar rahim ibu. Setelah terjadi pembuahan, barulah sel
telur itu kembali dicangkokan ke dalam rahim ibu. Pembuahan in-vitro
benar-benar program bayi tabung, karena sel telur dan sperma dipertemukan dalam
tabung reaksi.
Selain itu juga dikembangkan
metode terbaru, berupa pembuahan buatan di dalam rahim menggunakan bantuan
semacam pipet untuk menyuntikan sperma. Metodenya disebut intra-cytoplasma
dengan menyuntikan sperma. Di Jerman anak pertama yang dibuahi dengan metode
intra-cytoplasma ini dilahirkan tahun 1994 lalu, dari pasangan yang suaminya
tidak mampu membuahi sel telur istrinya secara alami.
Belum diketahui apakah
ketidakmampuan ayahnya untuk melakukan pembuahan secara alami, juga akan
diturunkan kepada anaknya. Namun diketahui, pembuahan intra-cytoplasma lebih
berisiko dibanding pembuahan dalam tabung atau in-vitro. Risikonya adalah bayi
dengan cacat bawaan. Seperti yang dijelaskan Prof. Hilke Bertelsmann, pakar
ilmu kesehatan dan sekaligus juga pakar biologi Jerman. Ia mengatakan bahwa Cacat
bawaan adalah cacat yang kelihatan maupun yang tidak, seperti kelainan pada
jantung, ginjal dan organ tubuh lainnya. Kekhawatiran lainnya adalah, sel
sperma dan sel telur mengalami kerusakan akibat panas atau manipulasi. Karena
itu ditakutkan semakin banyak kasus cacat bawaan dari metode pembuahan
menggunakan pipet yang disuntikan ke sel telur, ketimbang pembuahan dalam
tabung reaksi.
Berlandaskan dugaan semacam
itu, Prof. Bertelsmann mengimbau komisi kedokteran federal di Jerman, yang
merupakan lembaga tertinggi administrasi kedokteran dengan anggota para dokter rumah
sakit dan asuransi kesehatan untuk melakukan penelitian terpadu serta
penelitian data secara sistematis. Tujuannya untuk meneliti risiko munculnya
cacat bawaan pada berbagai metode pembuahan buatan.
Sejauh ini memang belum
diketahui secara pasti apa penyebab meningkatnya kasus cacat bawaan pada bayi
tabung itu. Dalam 10 kasus yang diamati, menyangkut perbedaan metode in-vitro
dan intra-cytoplasma, sejauh ini tidak ditemukan hasil yang signifikan.
Artinya, kemungkinan besar metode intra-cytoplasma juga tidak meningkatkan
risiko munculnya cacat bawaan.
Prof.Hilke Bertelsmann lebih
lanjut mengatakan, “Walaupun begitu kami harus mengatakan, kami tidak tahu,
apakah hal itu disebabkan metode kedokteran dari pembuahan buatan, atau dari
meningkatnya risiko pada orang tua. Karena pada dasarnya akibat risiko itulah
mengapa mereka tidak bisa mendapatkan anak dengan cara alami.“
Yang sudah pasti, kasus cacat
bawaan lebih banyak terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dengan cara
pembuahan buatan, baik itu dengan metode in-vitro maupun intra-cytoplasma,
ketimbang pada anak-anak yang dilahirkan dari pembuahan secara alami.
Selain itu, kuota keberhasilan
pembuahan buatan juga relatif rendah. Hanya 40 persen pembuahan buatan yang
sukses menimbulkan kehamilan. Sementara jumlah sukses kehamilan hingga
melahirkan anak jauh lebih rendah lagi, yakni hanya 15 persen dari seluruh
kehamilan melalui metode pembuahan buatan. Karena itulah, cukup banyak pasangan
suami istri yang memutuskan, melakukan pembuahan buatan beberapa sel telur
sekaligus dan mencangkokan sel embryo tersebut dalam rahim.
Dengan begitu diharapkan salah
satu embryo akan berhasil berkembang menjadi janin di dalam rahim. Akan tetapi,
juga muncul masalah lainnya. Kadang-kadang beberapa sel telur yang sudah
dibuahi secara buatan, berkembang bersamaan di dalam rahim. Terjadi kehamilan
kembar lebih dari dua bayi. Dampaknya adalah berkurangnya peluang janin untuk
terus berkembang dalam rahim.
Masalah lainnya yang dihadapi
di Jerman adalah kendala hukum. Aturan yang berlaku untuk pembuahan buatan,
tidak mengizinkan orang tua menggugurkan salah satu bayi kembar lebih dari dua,
hasil dari pembuahan buatan. Atau secara bahasa kedokterannya, memberikan
peluang kepada janin yang memiliki kemungkinan paling baik untuk terus
berkembang dalam rahim, dengan menyingkirkan saingannya yang kemungkinan cacat.
Terlepas dari aturan yang
berlaku, teknologi pembuahan buatan atau program bayi tabung, walaupun sudah
berumur 30 tahun, tetap mengandung banyak misteri dan pertanyaan yang belum
terjawab tuntas secara ilmu kedokteran, menyangkut kemungkinan risiko cacat
bawaan.
2.3
Legalitas
Orang Tua Bayi Tabung
Bayi yang benihnya berasal
dari pasangan suami-istri namun dikandung dan dilahirkan oleh wanita sewaan
dapat menimbulkan persoalan siapakah orang tua dari bayi itu. Bisa dikatakan
bahwa bayi orang tua itu adalah pasangan yang memiliki benih tadi. Tetapi
wanita sewaan juga telah menyumbangkan darah dan dagingnya selama mengandung
bayi tersebut.
Sudah pernah terjadi bahwa
seorang wanita sewaan tidak mau mengembalikan bayi yang telah dikandung dan
dilahirkannya. Orang tua bayi tersebut menuntut di pengadilan, namun hukum yang
dipakai untuk menyelesaikan masalah tersebut belum dibuat.
Kalau benih diambil dari
seorang donor, maka timbul persoalan juga tentang siapakah orang tua bayi itu.
Secara biologis orang tua bayi itu adalah donor yang telah memberikan benihnya,
tetapi secara legal, orang tua anak itu adalah orang tua yang menerima dan
membesarkannya dalam keluarga. Mana yang disebut orang tua? Orangtua biologis
atau orang tua legal. Sebelum ada teknik bayi tabung, maka orang tua biologis
adalah orang tua legal.
BAB III
PENJELASAN
3.1
Pandangan
Islam terhadap Bayi Tabung
Apabila mengkaji tentang bayi
tabung dari hukum islam, maka harus dikaji dengan memakai metode ijtihad yang
lazim dipakai oleh para ahli ijtihad agar hukum ijtihadnya sesuai dengan
prinsip-prinsip dan jiwa al-Quran dan sunnah menjadi pasangan umat islam.
Islam mengajarkan kita untuk tidak boleh berputus asa dan
menganjurkan untuk senantiasa berikhtiar (usaha) dalam menggapai karunia Allah
SWT. Demikian halnya di antara panca maslahat yang diayomi oleh maqashid
asy-syari’ah (tujuan filosofis syariah Islam) adalah hifdz an-nasl (memelihara
fungsi dan kesucian reproduksi) bagi kelangsungan dan kesinambungan generasi
umat manusia. Allah telah menjanjikan setiap kesulitan ada solusi
penyelesaianya. Hal ini dijelaskan dalam Al-Quran Surat Al-Insyirah, ayat 5-6
yang bunyinya:
¨bÎ*sù yìtB Îô£ãèø9$# #·ô£ç ÇÎÈ ¨bÎ) yìtB Îô£ãèø9$# #Zô£ç ÇÏÈ
Sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan (5). Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan (6).
Yang dimaksud kesulitan dalam
ayat tersebut adalah semua bentuk kesulitan dalam menjalani hidup termasuk kesulitan dalam mereproduksi
manusia. Dengan adanya kemajuan teknologi kedokteran dan ilmu biologi modern
yang Allah karuniakan kepada umat manusia agar mereka bersyukur dengan menggunakannya
sesuai kaedah ajaran-Nya.
Teknologi bayi tabung dan
inseminasi buatan merupakan hasil terapan sains modern yang pada prinsipnya
bersifat netral sebagai bentuk kemajuan ilmu kedokteran dan biologi. Sehingga
meskipun memiliki daya guna tinggi, namun juga sangat rentan terhadap
penyalahgunaan dan kesalahan etika bila dilakukan oleh orang yang tidak
beragama, beriman dan beretika sehingga sangat potensial berdampak negatif dan
fatal. Oleh karena itu kaedah dan ketentuan syariah merupakan pemandu etika
dalam penggunaan teknologi ini sebab penggunaan dan penerapan teknologi belum
tentu sesuai menurut agama, etika dan hukum yang berlaku di masyarakat.
Seorang pakar kesehatan New
Age dan pemimpin redaksi jurnal Integratif Medicine, DR. Andrew Weil sangat
meresahkan dan mengkhawatirkan penggunaan inovasi teknologi kedokteran tidak
pada tempatnya yang biasanya terlambat untuk memahami konsekuensi etis dan
sosial yang ditimbulkannya. Oleh karena itu, Dr. Arthur Leonard Caplan,
Direktur Center for Bioethics dan Guru Besar Bioethics di University of
Pennsylvania menganjurkan pentingnya komitmen etika biologi dalam praktek
teknologi kedokteran apa yang disebut sebagai bioetika. Menurut John Naisbitt
dalam High Tech-High Touch (1999) bioetika bermula sebagai bidang spesialisasi
paada 1960-an sebagai tanggapan atas tantangan yang belum pernah ada, yang
diciptakan oleh kemajuan di bidang teknologi pendukung kehidupan dan teknologi
reproduksi.
Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan Islam termasuk
masalah kontemporer ijtihadiah, karena tidak terdapat hukumnya seara spesifik
di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah bahkan dalam kajian fiqih klasik sekalipun.
Karena itu, kalau masalah ini hendak dikaji menurut Hukum Islam, maka harus
dikaji dengan memakai metode ijtihad yang lazimnya dipakai oleh para ahli
ijtihad (mujtahidin), agar dapat ditemukan hukumnya yang sesuai dengan prinsip
dan jiwa Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan sumber pokok hukum Islam.
Namun, kajian masalah inseminasi buatan ini seyogyanya menggunakan pendekatan
multi disipliner oleh para ulama dan cendikiawan muslim dari berbagai disiplin
ilmu yang relevan, agar dapat diperoleh kesimpulan hukum yang benar-benar
proporsional dan mendasar. Misalnya ahli kedokteran, peternakan, biologi,
hukum, agama dan etika.
Masalah inseminasi buatan ini sejak tahun 1980-an telah banyak
dibicarakan di kalangan Islam, baik di tingkat nasional maupun internasional. Lembaga
Fiqih Islam Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam sidangnya di Amman tahun
1986 mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor atau ovum, dan membolehkan
pembuahan buatan dengan sel sperma suami dan ovum dari isteri sendiri. Vatikan
secara resmi tahun 1987 telah mengecam keras pembuahan buatan, bayi tabung, ibu
titipan dan seleksi jenis kelamin anak, karena dipandang tak bermoral dan
bertentangan dengan harkat manusia. Mantan Ketua IDI, dr. Kartono Muhammad juga
pernah melemparkan masalah inseminasi buatan dan bayi tabung. Ia menghimbau
masyarakat Indonesia dapat memahami dan menerima bayi tabung dengan syarat sel
sperma dan ovumnya berasal dari suami-isteri sendiri.
Bayi Tabung dilakukan apabila
dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami istri sendiri dan tidak ditransfer
embrionya kedalam rahim wanita lain termasuk istrinya sendiri yang lain (bagi
suami yang berpoligami), maka islam membenarkan, baik dengan cara mengambil
sperma suami, kemudian disuntikkan kedalam vagina atau uterus istri, maupun
dengan cara pembuahan dilakukan diluar rahim, kemudian buahnya ditanam kedalam
rahim istri, asalkan keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar
memerlukan cara inseminasi buatan untuk memperoleh anak, karena dengan cara
pembuahan alami, suami istri tidak berhasil memperoleh anak.
Al-Quran surat
Al-Isra ayat 70 menjelaskan:
ôs)s9ur $oYøB§x. ûÓÍ_t/ tPy#uä öNßg»oYù=uHxqur Îû Îhy9ø9$# Ìóst7ø9$#ur Nßg»oYø%yuur ÆÏiB ÏM»t7Íh©Ü9$# óOßg»uZù=Òsùur 4n?tã 9ÏV2 ô`£JÏiB $oYø)n=yz WxÅÒøÿs? ÇÐÉÈ
“Dan sesungguhnya
telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan[1],
Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”.
At-Tin ayat 4 berbunyi:
ôs)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þÎû Ç`|¡ômr& 5OÈqø)s? ÇÍÈ
“Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.
Kedua ayat tersebut
menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang mempunyai
kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Allah lainnya, dan Allah
sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya manusia bisa
menghormati martabatnya sendiri serta menghormati martabat sesama manusia.
Dalam hal ini inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya dapat
merendahkan harkat manusia sejajar dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang
diinseminasi.
Disisi lain Nabi Muhammad SAW
dalam sabdanya mengajarkan “Tidak halal bagi seseorang yang beriman pada Allah
dan hari Akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina
istri orang lain)”. Hadist Riwayat Abu Daud dan Al-Tirmizi. Hadist ini
dipandang sahih oleh Ibnu Hibban.
Berdasarkan hadits tersebut para
ulama sepakat mengharamkan seseorang melakukan hubungan seksual dengan wanita
hamil dari istri orang lain. Tetapi mereka berbeda pendapat apakah sah atau
tidak mengawini wanita hamil. Menurut Abu Hanifah boleh, asalkan tidak
melakukan senggama sebelum kandungannya lahir. Sedangkan Zufar tidak
membolehkan. Pada saat para imam mazhab masih hidup, masalah inseminasi buatan
belum timbul. Karena itu, kita tidak bisa memperoleh fatwa hukumnya dari
mereka.
Hadits ini juga dapat
dijadikan dalil untuk mengharamkan inseminasi buatan pada manusia dengan donor
sperma dan/atau ovum, karena kata maa’ dalam bahasa Arab bisa berarti air hujan
atau air secara umum. Al-Quran surat
Thaha ayat 53 menjelaskan:
Ï%©!$# @yèy_ ãNä3s9 uÚöF{$# #YôgtB y7n=yur öNä3s9 $pkÏù Wxç7ß tAtRr&ur z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB $oYô_t÷zr'sù ÿ¾ÏmÎ/ %[`ºurør& `ÏiB ;N$t7¯R 4Ó®Lx© ÇÎÌÈ
“Yang telah
menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah menjadikan bagimu di
bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka kami tumbuhkan
dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam.
Kata maa’ Juga bisa berarti
benda cair atau sperma, seperti yang dapat kita jumpai dalam surat An-Nur ayat 45
dan Al-Thariq ayat 6 yang bunyinya:
Al-Quran surat An-Nur ayat 45:
ª!$#ur t,n=y{ ¨@ä. 7p/!#y `ÏiB &ä!$¨B ( Nåk÷]ÏJsù `¨B ÓÅ´ôJt 4n?tã ¾ÏmÏZôÜt/ Nåk÷]ÏBur `¨B ÓÅ´ôJt 4n?tã Èû÷,s#ô_Í Nåk÷]ÏBur `¨B ÓÅ´ôJt #n?tã 8ìt/ör& 4 ß,è=øs ª!$# $tB âä!$t±o 4 ¨bÎ) ©!$# 4n?tã Èe@à2 &äóÓx« ÖÏs% ÇÍÎÈ
“Dan Allah telah
menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang
berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian
(yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang
dikehendaki-Nya, Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
Al-Quran surat Al-Thariq ayat
6:
t,Î=äz `ÏB &ä!$¨B 9,Ïù#y ÇÏÈ
“Dia diciptakan dari
air yang dipancarkan”,
Dalil lain untuk syarat
kehalalan inseminasi buatan bagi manusia harus berasal dari sperma dan ovum
pasangan yang sah menurut syariah adalah kaidah hukum fiqih yang mengatakan
“dar’ul mafsadah muqaddam ‘ala jalbil mashlahah” (menghindari mafsadah atau
mudharat) harus didahulukan daripada mencari atau menarik maslahah/kebaikan.
Pada zaman dulu masalah bayi
tabung/inseminasi buatan belum timbul, sehingga tidak diperoleh fatwa hukumnya
dari mereka. Kita dapat menyadari bahwa inseminasi buatan/bayi tabung dengan
donor sperma atau ovum lebih mendatangkan madaratnya daripada maslahahnya.
3.1.1
Pendapat
Beberapa Ahli tentang Bayi Tabung
Adapun pendapat beberapa ahli tentang
bayi tabung adalah sebagai berikut:
1.
Yusuf Al-Qardawi mengatakan
bahwa Islam pencakukan sperma (bayi tabung) apabila pencakukan itu bukan dari
sperma suami yang sah.
2.
Mahmud Syaltut
mengatakan bahwa penghamilan buatan adalah pelanggaran yang tercela dan dosa
besar, setara dengan zina, karena memasukan mani orang lain ke dalam rahim
perempuan tanpa ada hubungan nikah secara syara’ yang dilindungi hukum syara’.
3.
Beberapa ahli berpendapat
bahwa inseminasi buatan dengan sperma suami sendiri tidak menimbulkan masalah
pada semua aspeknya, sedangkan inseminasi buatan dengan sperma donor banyak
menimbulkan masalah di antaranya masalah nasab.
4.
Syaikh Nashiruddin
Al-Albani berpendapat sebagai berikut “Tidak boleh, karena proses
pengambilan mani (sel telur wanita) tersebut berkonsekuensi minimalnya sang dokter
(laki-laki) akan melihat aurat wanita lain, dan melihat aurat wanita lain
(bukan istri sendiri) hukumnya adalah haram menurut pandangan syariat, sehingga
tidak boleh dilakukan kecuali dalam keadaan darurat. Sementara tidak
terbayangkan sama sekali keadaan darurat yang mengharuskan seorang lelaki
memindahkan maninya ke istrinya dengan cara yang haram ini. Bahkan terkadang
berkonsekuensi sang dokter melihat aurat suami wanita tersebut, dan ini pun tidak
boleh (haram).
3.1.2
Fatwa
MUI tentang Bayi Tabung
Menurut Fatwa Majelis Ulama
Indonesia MUI (hasil komisi fatwa tanggal 13 Juni 1979), Dewan Pimpinan Majelis
Ulama Indonesia memfatwakan sebagai berikut:
1.
Bayi tabung dengan
sperma clan ovum dari pasangan suami isteri yang sah hukumnya mubah (boleh),
sebab hak ini termasuk ikhiar berdasarkan kaidah-kaidah agama.
2.
Bayi tabung dari
pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang lain (misalnya dari
isteri kedua dititipkan pada isteri pertama) hukumnya haram berdasarkan kaidah
Saddaz-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit dalam
kaitannya dengan masalah warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan
ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya, dan
sebaliknya).
3.
Bayi tabung dari sperma
yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram berdasarkan
kaidah Sadd a z-zari’ah, sebab hal ini akanmenimbulkan masalah yang pelik, baik
dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam kaitannya dengan hal
kewarisan.
4.
Bayi tabung yang sperma
dan ovumnya diambil dari selain pasangan suami isteri yang sah hukumnya haram,
karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di luar
pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, yaitu untuk
menghindarkan terjadinya perbuatan zina sesungguhnya.
3.1.3
Fatwa
Lembaga Islam Dunia
Selain MUI, ada beberapa
lembaga Islam yang mengeluarkan fatwa tentang bayi tabung ini, diantaranya:
1.
Majelis Ulama Saudi
Arabia mengeluarkan fatwa bahwa Alim ulama di lembaga riset
pembahasan ilmiyah, fatwa, dakwah dan bimbingan Islam di Kerajaan Saudi Arabia
telah mengeluarkan fatwa pelarangan praktek bayi tabung. Karena praktek
tersebut akan menyebabkan terbukanya aurat, tersentuhnya kemaluan dan
terjamahnya rahim. Kendatipun mani yang disuntikkan ke rahim wanita tersebut
adalah mani suaminya. Menurut pendapat saya, hendaknya seseorang ridha dengan
keputusan Allah Ta’ala, sebab Dia-lah yang berfirman dalam kitab-Nya, Al-Quran
surat Asy-Syuura ayat 50 yang berbunyi:
÷rr& öNßgã_Íirtã $ZR#tø.è $ZW»tRÎ)ur ( ã@yèøgsur `tB âä!$t±o $¸JÉ)tã 4 ¼çm¯RÎ) ÒOÎ=tæ ÖÏs% ÇÎÉÈ
“Atau dia
menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang
dikehendaki-Nya, dan dia menjadikan mandul siapa yang dia kehendaki.
Sesungguhnya dia Maha mengetahui lagi Maha Kuasa”.
Ayat tersebut menjelaskan bahwa mandul
tidaknya seseorang adalah kehendak daripada Allah SWT. Oleh karena itu, manusia
sebagai makhluk ciptaan Allah sudah merupakan kewajiban untuk mensyukuri apa
yang diberikan oleh Allah dan bersabar atas musabah yang menimpanya.
2.
Majelis Mujamma’ Fiqih
Islami menetapkan dua hal sebagai berikut:
1. Lima
perkara berikut ini diharamkan dan terlarang sama sekali, karena dapat mengakibatkan
percampuran nasab dan hilangnya hak orang tua serta perkara-perkara lain yang dikecam
oleh syariat. Kelima perkara tersebut adalah:
1.
Sperma yang diambil
dari pihak lelaki disemaikan kepada indung telur pihak wanita yang bukan
istrinya kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya.
2.
Indung telur yang
diambil dari pihak wanita disemaikan kepada sperma yang diambil dari pihak
lelaki yang bukan suaminya kemudian dicangkokkan ke dalam rahim si wanita.
3.
Sperma dan indung telur
yang disemaikan tersebut diambil dari sepasang suami istri, kemudian
dicangkokkan ke dalam rahim wanita lain yang bersedia mengandung persemaian
benih mereka tersebut.
4.
Sperma dan indung telur
yang disemaikan berasal dari lelaki dan wanita lain kemudian dicangkokkan ke
dalam rahim si istri.
5.
Sperma dan indung telur
yang disemaikan tersebut diambil dari seorang suami dan istrinya, kemudian
dicangkokkan ke dalam rahim istrinya yang lain.
2. Dua
perkara berikut ini boleh dilakukan jika memang sangat dibutuhkan dan setelah memastikan
keamanan dan keselamatan yang harus dilakukan, sebagai berikut:
1.
Sperma tersebut diambil
dari si suami dan indung telurnya diambil dari istrinya kemudian disemaikan dan
dicangkokkan ke dalam rahim istrinya.
2.
Sperma si suami diambil
kemudian di suntikkan ke dalam saluran rahim istrinya atau langsung ke dalam
rahim istrinya untuk disemaikan.
Secara umum beberapa perkara
yang sangat perlu diperhatikan dalam masalah ini adalah aurat vital si wanita
harus tetap terjaga (tertutup), demikian juga kemungkinan kegagalan
prosesoperasi persemaian sperma dan indung telur itu sangat perlu
diperhitungkan. Disamping itu perlu diantisipasi kemungkinan terjadinya
pelanggaran amanah dari orang-orang yang lemah iman dirumah-rumah sakit yang
dengan sengaja mengganti sperma ataupun indung telur supaya operasi tersebut
berhasil demi mendapatkan materi dunia. Oleh sebab itu dalam melakukannya perlu
kewaspadaan yang ekstra ketat. Wallahu a’lam.
Lebih dari itu, menempuh cara
ini merupakan sikap taklid terhadap peradaban orang-orang barat (kaum kuffar)
dalam perkara yang mereka minati atau (sebaliknya) mereka hindari. Seseorang
yang menempuh cara ini untuk mendapatkan keturunan dikarenakan tidak diberi
rizki oleh Allah berupa anak dengan cara yang alami (yang dianjurkan syariat),
berarti dia tidak ridha dengan takdir dan ketetapan Allah SWT atasnya. Jikalau
saja Rasulullah SAW menganjurkan dan membimbing kaum muslimin untuk mencari rizki
berupa usaha dan harta dengan cara yang halal, maka lebih-lebih lagi tentunya
Rasulullah menganjurkan dan membimbing mereka untuk menempuh cara yang sesuai
dengan syariat (halal) dalam mendapatkan anak.
3.2
Manfaat
dan Akibat dari Bayi Tabung
Sebagaimana kita ketahui bahwa
inseminasi buatan pada manusia dengan donor sperma dan/atau ovum lebih banyak
mendatangkan mudharat daripada maslahah. Maslahah yang dibawa inseminasi buatan
ialah membantu suami-isteri yang mandul, baik keduanya maupun salah satunya,
untuk mendapatkan keturunan atau yang mengalami gangguan pembuahan normal. Namun
mudharat dan mafsadahnya jauh lebih besar, antara lain berupa:
1.
Percampuran nasab,
padahal Islam sangat menjada kesucian/kehormatan kelamin dan kemurnian nasab,
karena nasab itu ada kaitannya dengan kemahraman dan kewarisan.
2.
Bertentangan dengan
sunnatullah atau hukum alam.
3.
Inseminasi pada
hakikatnya sama dengan prostitusi, karena terjadi percampuran sperma pria
dengan ovum wanita tanpa perkawinan yang sah.
4.
Kehadiran anak hasil
inseminasi bisa menjadi sumber konflik dalam rumah tangga terutama bayi tabung
dengan bantuan donor merupakan anak yang sangat unik yang bisa berbeda sekali
bentuk dan sifat-sifat fisik dan karakter/mental si anak dengan bapak ibunya.
5.
Anak hasil inseminasi
lebih banyak unsur negatifnya daripada anak adopsi serta anak hasil inseminasi
buatan yang percampuran nasabnya terselubung dan sangat dirahasiakan donornya
adalah lebih jelek daripada anak adopsi yang pada umumnya diketahui asal dan
nasabnya.
6.
Bayi tabung lahir tanpa
melalui proses kasih sayang yang alami, terutama bagi bayi tabung lewat ibu
titipan yang menyerahkan bayinya kepada pasangan suami-isteri yang punya
benihnya sesuai dengan kontrak, tidak terjalin hubungan keibuan secara alami.
Dalam Al-Quran surat Luqman ayat 14 dan surat Al-Ahqaf juga dalam ayat 14 Allah
berfirman:
$uZø¢¹urur z`»|¡SM}$# Ïm÷yÏ9ºuqÎ/ çm÷Fn=uHxq ¼çmBé& $·Z÷dur 4n?tã 9`÷dur ¼çmè=»|ÁÏùur Îû Èû÷ütB%tæ Èbr& öà6ô©$# Í< y7÷yÏ9ºuqÎ9ur ¥n<Î) çÅÁyJø9$# ÇÊÍÈ
“Dan kami
perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah
yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[2].
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah
kembalimu”. (QS Luqman: 14)
y7Í´¯»s9'ré& Ü=»ptõ¾r& Ïp¨Ypgø:$# tûïÏ$Î#»yz $pkÏù Lä!#ty_ $yJÎ/ (#qçR%x. tbqè=yJ÷èt ÇÊÍÈ
“Mereka itulah
penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa
yang telah mereka kerjakan”. (QS Al-Ahqaf: 14)
Kedua ayat tersebut menjelaskan bahwa
hubungan antara orang tua dan anak sangat erat, dan Allah mewajibkan seorang
anak untuk berbakti kepada kedua orang tuanya dan mempergauli mereka dengan
baik dan lemahlembut. Hal ini tidak akan terjadi antara anak dan orang tua
tanpa ada hubungan darah secara langsung.
Mengenai status anak hasil
inseminasi dengan donor sperma atau ovum menurut hukum Islam adalah tidak sah
dan statusnya sama dengan anak hasil prostitusi. UU Perkawinan pasal 42
No.1/1974: ”Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat
perkawinan yang sah”, maka memberikan pengertian bahwa bayi tabung dengan
bantuan donor dapat dipandang sah karena ia terlahir dari perkawinan yang sah. Tetapi
inseminasi buatan dengan sperma atau ovum donor tidak di izinkan karena tidak
sesuai dengan Pancasila, UUD 1945 pasal 29 ayat 1.
Asumsi Menteri Kesehatan bahwa
masyarakat Indonesia termasuk kalangan agama nantinya bisa menerima bayi tabung
seperti halnya KB. Namun harus diingat bahwa kalangan agama bisa menerima KB
karena pemerintah tidak memaksakan alat/cara KB yang bertentangan dengan agama.
Contohnya: Sterilisasi, Abortus. Oleh karena itu pemerintah diharapkan
mengizinkan praktek bayi tabung yang tidak bertentangan dengan agama.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Dari pengetahuan yang telah dijelaskan
dapat diambil kesimpulkan sebagai berikut:
1.
Inseminasi buatan
dengan sel sperma dan ovum dari suami istri sendiri dan tidak ditransfer
embrionya kedalam rahim wanita lain (ibu titipan) diperbolehkan
oleh islam, jika keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan
dan tidak dapat melakukan hubungan seksual secara alami, dan status anak hasil
inseminasi macam ini sah menurut Islam.
2.
Inseminasi buatan
dengan sperma dan ovum donor diharamkan oleh Islam. Hukumnya sama
dengan zina dan anak yang lahir dari hasil inseminasi macam ini statusnya sama
dengan anak yang lahir diluar perkawinan yang sah.
3.
Pemerintah hendaknya
melarang berdirinya Bank Nutfah (Bank Sperma) dan Bank Ovum untuk perbuatan
bayi tabung, karena selain bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, juga
bertentangan dengan norma agama dan moral, serta merendahkan harkat manusia
sejajar dengan hewan.
4.
Pemerintah hendaknya
hanya mengizinkan dan melayani permintaan bayi tabung dengan sel sperma dan
ovum suami istri yang bersangkutan tanpa ditransfer kedalam rahim wanita lain
dan seharusnya pemerintah hendaknya juga melarang keras dengan sanksi-sanksi
hukumannya kepada dokter dan siapa saja yang melakukan inseminasi buatan pada
manusia dengan sperma atau ovum donor.
4.2 Saran
Makalah ini semoga berguna
bagi pembaca, khususnya bagi mahasiswa(i) namun manusia tidaklah ada yang
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diperlukan guna memperbaiki
makalah ini pada masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Abrasyi,
A, 1974. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam. Cet. II. Jakarta: Bulan Bintang.
Hanafiah,
M. Jusuf. 1999. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Edisi 3, Jakarta:
EGC
Majalah
Hidayah